Episode sebelumnya pada kekasih maya part 1:
“sahabat saya merasa nyaman dengan keterbukaan yang ditunjukkan oleh Mr.K. Bermula dari keadaan ini, sahabat saya menjadi bingung akan perasaannya. Ia merasakan suatu kasih sayang yang tulus, namun hanya kasih sayang sebagai seorang kakak kepada adiknya, tidak lebih. Ketika saya menanyakan kepada sahabat saya langkah atau keinginan statusnya, ia menjawab bahwa ia tidak puas hanya berstatus sebagai seorang adik.”
Farewell is a hurting thing so don’t make it worse by saying no word
Setelah sekian lama sahabat saya berhubungan dengan Mr.K, akhirnya ia memiliki salah satu keinginan lain dalam dirinya. Sahabat saya merasa perlu untuk bertemu dengan si Mr.K. saya sendiri merasa hal ini perlu dia lakukan, bagaimana tidak, mereka telah membina hubungan yang dapat dikatakan telah cukup dalam. Bukan hanya sekedar pertemanan untuk menghabiskan waktu luang, tapi mereka berdua telah membangun suatu hubungan yang minimal dapat dikatakan sebagai sahabat. Tentu saja tatap muka dan pertemanan secara fisik harus dilakukan.
Ketika suatu hari mereka berdua mendapat kesempatan untuk sama-sama berada di kota bandung, akhirnya sahabat saya bertanya kepada saya apakah perlu ia meminta secara langsung untuk bertemu dengan Mr.K. Tentu saja saya katakan iya, toh ada kesempatan yang dapat digunakan. Tapi kembali lagi, sahabat saya mengatakan bahwa seharusnya ajakan tersebut si pria yang harus meminta, bukannya wanita. Toh hakekat wanita hanya menunggu. Sahabat saya memang memiliki ego dan harga diri yang luar biasa tinggi. Tapi akhirnya ia menerima masukkan dari saya bahwa sebenarnya untuk hal semacam ini tidak ada hubungannya dengan gender, lagipula hanya ajakan pertemuan biasa, anggap saja seperti mengajak seorang teman lama untuk bertemu. Mungkin sahabat saya yang harus memulainya terlebih dahulu.
Sebelumnya harus saya informasikan bahwa si Mr. K mengaku telah memiliki suatu hubungan dengan seorang wanita, namun bukan hubungan yang khusus karena tidak ada ikatan diantara mereka. Yap, Mr. K memilih untuk menjalin TTM (teman tapi mesra) dengan seorang wanita. Entah mengapa kenyataan ini luput dari perhatian saya. Seharusnya kenyataan ini menjadi sebuah cahaya terang untuk langkah yang harus sahabat saya ambil saat itu juga.
Ketika akhirnya sahabat saya meminta untuk bertemu, ternyata diluar dugaan, si Mr. K tidak mau (tentunya dengan alasan) untuk bertemu dengan sahabat saya. Saya dapat mengerti perasaan yang timbul di hati sahabat saya. Setelah sekian lama ia bergulat untuk menurunkan harga diri dan egonya, tapi hanya penolakan yang ia dapat. Saya sendiri juga merasa aneh dengan penolakan itu. Setelah sekian lama mereka berhubungan, bukankah sudah sepantasnya untuk bertemu dan memperkenalkan diri secara formal?
Setelah penolakkan tersebut, akhirnya sahabat saya memutuskan untuk menghentikan mimpi tersebut. ia tidak akan menghubungi si Mr. K terlebih dahulu. Ia menganggap bahwa penolakan tersebut merupakan suatu pernyataan “Mr. K hanya menganggap sahabat saya sebagai teman maya, bukan seseorang yang eksis di dunia ini, yang dapat saling pandang atau menjabat tangan ketika bertemu.”
Tapi namanya juga perasaan, tidak mungkin hubungan yang telah terbina dilupakan begitu saja, hanya seperti angin lalu tanpa meninggakan jejak. Sahabat saya terkadang masih suka berhubungan dengan Mr. K, walau hanya berupa obrolan yang tidak penting. Hal inilah yang membuat sahabat saya menjadi bimbang kembali. Ketika ia pergi menjauh, tapi Mr. K datang untuk mengobrol atau menceritakan masalah yang tengah terjadi. Mr. K sempat menceritakan beberapa masalah yang sedang dialami setelah penolakan itu terjadi. tentu saja sahabat saya meladeninya, karena saya sendiri tahu, bahwa sahabat saya itu adalah seorang “YES GIRL” yang tidak mampu berkata “TIDAK”.
Akhirnya sahabat saya memutuskan untuk menganggap Mr. K sebagai seorang kakak. Kakak yang dipertemukan karena takdir, bukan darah yang mengalir. Ia tidak lagi menjalin mimpi yang terlalu tinggi. Tapi saya yang berkata lain, saya beranggapan penolakan tersebut masuk akal, mungkin saat Mr. K di bandung, ia memiliki kesibukan lain yang tidak mungkin ditunda. Kenapa harus patah semangat hanya karena penolakan pertama? Seharusnya sahabat saya lebih berusaha atau paling tidak menjalaninya seperti biasa. Biarlah peristiwa manis itu mengalir apa adanya, walau hanya di dunia maya. Anggap saja sebagai angin penyejuk yang dapat menghilangkan penat beraktivitas di dunia nyata, anggap saja Mr. K adalah seorang “ibu peri” yang hanya ada disaat sahabat saya perlu, yang hanya ada disaat sahabat saya butuh seseorang untuk berkeluh kesah.
Mungkin bagi pria hal tersebut dapat dilakukan, tapi bagi seorang wanita?
Waktu tetap bergulir sebagaimana adanya, meski sahabat saya menyimpan segudang keinginan untuk kembali bersikap biasa atau sebuah keinginan untuk menatap wajah pria maya-nya. Setiap detik, setiap menit, dan setiap jam ia persembahkan bagi dunia untuk beraktivitas. Lama rasanya angin tidak membawa berita mengenai sahabat saya di jogjakarta. Hingga suatu hari, sebuah surat tertera menjadi angka satu di page facebook saya.
Sahabat saya berkata bahwa akhirnya Mr. K mengajak untuk bertemu ketika libur tahun baru. Tentu saja ia senang, karena akhirnya keinginannya dapat tercapai. Keinginan sederhana untuk menatap wajah kakak yang dipertemukan oleh takdir. Namun sayang, kebahagiaan ini sedikit terhapus karena pertanyaan sahabat saya kepada Mr. L (Mr. L muncul dibagian pertama cerita ini).
Sahabat saya menanyakan kepada Mr. L mengenai sifat Mr. K, yang tentu saja menjadi satu guyonan bagi Mr. L, karena sepertinya sifat Mr. L mirip dengan sifat saya, suka bercanda. Mr. L berkata bahwa ia akan bertanya kepada Mr. K mengenai hal ini, karena kebetulan akan bertemu sebelum tahun baru.
Bukan main sahabat saya panik, ia merasa sungguh bodoh untuk bertanya masalah itu kepada Mr. L dan hanya harapan bahwa tidak terjadi suatu hal yang bodoh akan terjadi dalam pertemuan itu. Hingga pada saat hari Mr. L bertemu dengan Mr. K, tidak ada kabar yang melanjutkannya kepada sahabat saya.
Sahabat saya kembali bertanya kepada saya, apa yang harus dilakukannya. Saya jawab saja dengan sederhana, “tanya aja ke si Mr. L”. Tapi tentu saja, sahabat saya bimbang dan takut. Saya kembali menyarankan bahwa pertanyaan itu sebisa mungkin diutarakan secara normal, anggap saja tidak ada hal yang memalukan yang terjadi. Selain itu, salah satu sifat Mr. L bisa dimanfaatkan. Berhubung M. L seorang yang suka bercanda, maka coba tanyakan ke dia secara langsung dan usahakan posisi sahabat saya tetap berada di atas. Dalam hal ini, sahabat saya harus menekan si Mr. L dalam pertanyaannya. Bisa saja dia menggunakan dalih bahwa persahabatan antara sahabat saya dan Mr. K bisa rusak karena hal itu.
Akhirnya sahabat saya bertanya kepada Mr. L menggunakan cara yang kedua, tetap di posisi atas. Namun sayang, tidak ada jawaban yang menyertainya. Hingga kini, sahabat saya tidak menerima sepatah kabar pun dari Mr. L dan Mr. K mengenai hal ini. Bahkan Mr. K seperti menghilang begitu saja. Tentu saja hal ini membuat sahabat saya semakin yakin bahwa Mr. K hanya menganggap hubungan itu sebagai hubungan maya saja. Mr. K tidak mau membawanya kedalam dunia nyata. Tentu saja hal ini membawa sahabat saya menjadi tertekan.
Tekanan inilah yang menyebabkan sahabat saya menetapkan sebuah deadline. Ia menyatakan bahwa jika pada hari X, Mr. K tidak memberi kabar atau menghubunginya lagi, maka kisah ini akan berstatuskan “THE END”. Yang sayangnya, memang terjadi. Bahkan, hingga tanggal 1 januari 2010, belum ada kabar yang didengar oleh sahabat saya. Tentu saja status itu berlaku dan saya hanya dapat menyemangatinya saja.
Tidak mudah untuk melupakan seseorang dan biar waktu yang membantu.
He left me without any word. It hurted. And it still hurts. But I’ve promised to my own self that I’ll survive. He was just a coward that had no braveness to face me. He ran away without any word.
Even it’s hard.
but life must go on.
sun didn’t stop shining.
wind didn’t stop blowing.
and earth will still rotating.
He was someone and since yesterday he has been nobody to me.
I hate to confess this : this wound won’t seem be healed, this pain is just too real.
nope…
the wound won’t not be healed…
it’s a matter of time…
just believe me…
time will heal everything…
but yeah, it takes so many time…
just keep the spirit up
sebuah ucapan dari sahabat saya yang tidak akan pernah saya lupa dan akan saya jadikan sebuah prinsip dalam membina sebuah hubungan.
“Gus.. I ask you please.. Do not ever shatter anybody’s heart especially girl’s. Farewell is a hurting thing so don’t make it worse by saying no word.”